Senin, 30 November 2009

Masa Remaja

Masih banyak tersisa kenangan ketika menginjak sekolah SMA, antar lain pada jam-jam istirahat sekolah, aku sering pergi ke lapangan bola untuk bercanda dan bermain bola bersama teman-teman sekelas, kadang-kadang kalau guru pengajar sedang kosong aku bersama teman-teman pergi ke sungai yang memang dekat dengan sekolahku untuk mandi dan mencari kerang, bahkan aku pernah naik ke loteng sekolahku untuk mendapatkan anak-anak burung hantu. Pada masa SMA itulah aku mulai mengenal rokok.
Betapa mendebarkan menunggu hasil ujian SMA, Setelah melihat hasil ujian dan dinyatakan lulus, betapa senang saat itu sehingga lupa akan segala aturan-aturan sekolah yang selama ini harus kita ikuti, menari-nari mengungkapkan rasa gembira bersama teman-teman, main semprot dan corat-coret baju seperti layaknya orang-orang muda yang sedang bergembira, dan lupa bahwa setelah lulus SMA akan kemana dan bagaimana?
Setelah lulus dari bangku sekolah SMA aku mulai bingung mau apa, karena biasanya pada hari-hari aku sibuk dengan buku dan teman-teman kini tidak ada kegiatan lagi yang aku lakukan, melanjutkan kuliah orang tua tidak sanggup lagi membiayai, mencari pekerjaan dengan modal ijazah SMA dan nol pengetahuan juga sangat sukar, akhirnya aku dititipkan oleh kedua orang tuaku kepada saudaraku yang tinggal di Jakarta untuk mulai belajar bekerja.
Masih teringat ketika aku berduaan dengan bapakku, di pinggir sumur di rumah pakde tempat bapakku bekerja, dia berkata, “bapak sudah tidak sanggup lagi untuk menyekolahkan kamu, kamu pergi saja ikut paklekmu yang ada di Jakarta”.
Sangat sedih mendengar seorang tua yang sangat kukagumi yang tidak pernah membentak atau memukulku hingga saat ini, berkata bahwa dia tidak lagi mampu menanggung biaya sekolah anaknya, bukan sedih karena aku tidak akan melanjutkan kuliah namun sedih ketika melihat ekspresi wajahnya, dia merasa bersalah karena kemiskinannya, dan menyuruhku untuk ikut dengan saudara yang ada di Jakarta, aku tahu betul kesedihan yang terlukis di wajah bapakku, dan aku tahu betul perasaannya ketika itu, karena ibuku pernah berkata bahwa dia (bapakku) merasa bersalah karena mempunyai anak kemudian melepas pergi sebelum tahu anaknya sudah bisa mandiri, dia merasa bahwa dia seperti seekor burung yang membiarkan anaknya terbang entah kemana karena sudah cukup bisa terbang tanpa tahu bagaimana nasib anaknya kelak.
Dengan menahan perasaan aku berusaha menghibur bapakku dengan berkata, ”bapak gak usah sedih dan susah, biarlah saya akan pergi ke Jakarta mudah-mudahan nanti saya akan berhasil di sana”. Entah berhasil seperti apa yang aku harapkan sedangkan aku sendiri tidak tahu maksud yang aku ucapkan pada saat itu. Yang ku ingin pada saat itu adalah bapakku tidak merasa sedih dan susah karena terlanjur mempunyai anak seperti aku. Kalau saja bapakku tahu bahwa sekarang aku sudah punya rumah, walau tidak terlalu bagus sekali tapi cukup nyaman untuk kutinggali bersama keluargaku.???
Maka pergilah aku meninggalkan kedua orang tuaku di desa. Aku mulai ikut dengan pamanku yang tinggal di kota Depok Jawa Barat jauh dari kampung halaman.

0 Comments:

Post a Comment




ShoutMix chat widget

Berita Terhangat